Thursday, October 22, 2015

Banyuwangi, The Sunrise of Java

Tanggal 3 Juli 2015 yang lalu, kami bertiga pergi ke Banyuwangi.. hayo.. kira-kira tujuan kami ke mana? Iya betul! Ke PANTAI!!! Udah ketebak banget ya? Yup, we'd rather go to the beach than to the mountain.

Yuk kita mulai tripnya!

Perjalanan ditempuh dari Sidoarjo dengan naik kereta api Mutiara Timur Siang. Berangkat dari stasiun Sidoarjo jam 09.26 dan sampai di stasiun Banyuwangi Baru jam 15.30. Ambil yang bisnis ajah, nggak usah yang eksekutif.. udah pake AC, bersih, lebih murah, and nyampenya barengan sama yang eksekutif. Hahaha.. ya iyalah..
Oh ya, sebelum lanjut, saya mau mengucapkan salut untuk PT. KAI. Stasiunnya sekarang bersih, mulai dari pintu masuk, loket pembelian tiket, ruang tunggu, peron, sampe WC, semuanya bersih. Di dalam peron pun kita nyaman, karena hanya penumpang yang sudah mempunyai tiket yang dapat masuk ke dalam peron. Nggak kaya' dulu, semua tumplek bleg di peron. Mulai dari pedagang asongan, pengamen, kuli, pengantar.. hedeuh..

Hai.. I'm ready for my trip.

Ini tampilan stasiunnya. Bersih dan terawat kan.. meskipun terlihat kuno. Hebatnya lagi, kereta datang tepat pada waktunya dan berangkat tepat pada waktunya.. ini yang paling sip menurutku.
Perjalanan ditempuh dalam kurun waktu sekitar 6 jam. Jangan khawatir bosan di dalam kereta, karena sepanjang perjalanan, banyak yang bisa dilihat. Terutama pemandangan alam, yang makin lama makin hijau.. seger deh mata. Di dalam kereta juga sudah disediakan outlet untuk charging gadget di setiap bangku, jadi jangan khawatir kehabisan batre ya..

Sesampainya di stasiun Banyuwangi Baru, kami segera mencari taksi untuk menuju ke hotel. Kami menginap di Hotel Ketapang Indah. Kalo mau booking hotel, via travel ajah.. lebih murah. Jarak dari stasiun Banyuwangi Baru ke hotel, sebenarnya hanya berjarak 3.1 km atau sekitar 7 menit berkendara (menurut mbah google). Tapi karena kami ingin kuliner dulu, jalan-jalan dulu deh ke tengah kota, nyari sego tempong atau nasi tempong yang cetar membahana itu.


Sorry, waktu itu nggak sempet moto. Saking lapernya langsung dilahap. Jadi, ambil foto dari tempat lain deh.. Kira-kira penampakannya seperti ini. Isi standarnya : nasi, tempe dan tahu goreng, bakwan jagung (atau dadar jagung kalo orang Jawa Timur bilang), ikan peda, sayur kulupan (seperti lalapan, tapi ini sudah direbus), dan tidak ketinggalan.. sambalnya. Sambelnya pedes lho.. jadi buat yang nggak begitu suka pedes (seperti akyu), jangan banyak-banyak. Ntar sakit perut. Nah, selain isi standarnya itu, kita bisa milih berbagai macam lauk. Aku milih telur dadar, karena telur dadar di sini khas sekali. Digoreng tipis dan berbentuk bundar lebaaaaaarrr... seperti di gambar itulah, tapi itu sudah dilipat.

Setelah makan, barulah kami menuju hotel. Di loby hotel, terpasang spanduk besar berisi acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang akan diadakan di Banyuwangi sampai akhir tahun. Menurut resepsionis, walikota yang sekarang sangat sadar pariwisata dan berusaha semaksimal mungkin memasarkan obyek-obyek dan kegiatan-kegiatan di Banyuwangi. Hebat deh.
Hotel Ketapang Indah bagus lho, di pinggir pantai. Tapi pantainya sempit, pasir hitam dan ombaknya besar. Jadi, kami cuma foto-foto saja di pinggir pantai. Lagipula hari juga sudah sore.



Istirahat dulu ya.. supaya besok pagi bisa segar..
Bangun pagi, kaget juga.. masih jam 5.30, tapi matahari udah tinggi.. Oh iya, lupa. Ini kan kota paling timur di WIB. Jadi matahari terbit duluan di sini.


Tadi malem sudah berburu mobil rental untuk mengantar ke Pantai Pulau Merah dan Teluk Hijau (atau lebih bekennya Green Bay). Kalo bukan hari libur begini, ratenya Rp 500rb all in. Kami dijemput jam 08.00 pagi. Begitu masuk mobil, si bapak sopir menawarkan, mau nggak kalo ke Pantai Wedi Ireng. Masih belum begitu terkenal, baru aja dibuka untuk umum n fasilitas juga belum komplit. Aku n suamiku langsung pandang-pandangan, dan dengan cepat kami bilang "mau". Hahaha.. sehati kali ya..

Untuk menuju ke Wedi Ireng, kita harus naik perahu nelayan dari Pantai Pulau Merah. Tanya aja tempat parkir perahu nelayan di mana, soalnya lokasinya berbeda dengan Pantai Pulau Merah yang menjadi tujuan wisata. Ongkos ke Wedi Ireng Rp  50rb / orang bolak-balik. Sekali lagi, ini rate low season ya. Soalnya, pas high season, katanya bisa sampai Rp 150rb / orang.
Perjalanan ke Wedi Ireng ditempuh hanya dalam waktu 10 menit. Ombaknya cukup besar, jadi kami seperti dibanting-banting di dalam perahu. Seru juga, jadi basah semua, padahal belum nyebur ke laut. Di sepanjang jalan, banyak gugusan karang atau pulau-pulau kecil lainnya. Ada gugusan karang yang dinamakan Pulau Mbedil (mbedil = senjata). Dinamakan ini karena ombak yang menerjang karangnya menimbulkan bunyi seperti letusan senjata.


Akhirnya sampai juga di Pantai Wedi Ireng. Nggak salah deh kami ke sini. Kereeeeeeennn bingits!



Sip kan? Pasirnya putih (meskipun namanya Wedi Ireng = Pasir Hitam), airnya biru, ombaknya tenang, sepi.. aaaaaahhhhh.. serasa pantai milik pribadi. Menurut si tukang perahu, dulu sebelum tsunami (iya, katanya tsunami.. bingung juga. Tsunami yang mana yang sampe Banyuwangi?), pasir di pantai ini memang berwarna kehitaman. Makanya dinamakan Wedi Ireng. Namun setelah tsunami, pasir yang hitam itu hilang dan sekarang menjadi pasir putih.

Hmmm.. lucky us. Puas deh main di pantai. Explore pantai dari ujung ke ujung.. Ini dari sisi lain yang berbatu karang.


Kaya'nya ada yang kecapekan habis berenang..




Sedangkan yang satu ini, tetep heboh, sampai gosong gitu kulitnya. Hahaha..


Puas main di Wedi Ireng, karena sudah lapar (sudah jam 15.00), kami kembali ke Pantai Pulau Merah. Di Wedi Ireng nggak ada yang jual makanan. Satu-satunya penjual makanan hanya menjual minuman, snack dan mie cup. Nicho udah makan satu, tapi ya nggak nendang lah. Hehehe.. Oh ya, di sini juga belum ada toilet. Tapi di pinggir pantai, di antara batu-batu karang, ada mata air tawar. Hebat ya.. Mata air ini kecil, dan hanya bisa digunakan untuk membersihkan pasir dan sekedar membasuh badan saja. Tapi karena tempatnya terbuka, tidak bisa untuk ganti baju. Nanti dikira exhibitionist.. :)

Dalam perjalanan kembali ke Pantai Pulau Merah, si tukang perahu baru bilang, kalau biasanya orang-orang ke Wedi Ireng menjelang maghrib. Terutama para fotografer. Karena ternyata begitu sunset, dari gua-gua di gugusan karang yang membatasi pantai Wedi Ireng, keluar ribuan kelelawar. Langit sampai hampir tertutup oleh kelelawar-kelelawar itu.
Hedeuh.. gubrak deh, kenapa pula nggak ngomong dari tadi mas.. udah di tengah laut gini, masa' balik lagi ke sana? Ya sudah deh.. mungkin next trip bisa.

Sesampainya di Pantai Pulau Merah, kami segera memesan makanan. Makanannya apa lagi kalau bukan ikan bakar segar.. hmmm.. yummy. Lihat aja si Nicho sampe napsu banget gitu makannya.


Setelah kenyang, baru deh kita jalan-jalan di sepanjang pantai. Bila dibandingkan dengan Wedi Ireng, Pantai Pulau Merah kalah menariknya (menurut saya lho..). Meskipun pantainya juga bersih, lebih luas dari Wedi Ireng dan ada karang besar yang menjadi icon di pantai ini, namun pantai Pulau Merah sudah lebih komersial. Banyak warung makanan di pinggir pantai, bilik-bilik tempat bilas, dan pedagang-pedagang asongan. Kalau menurutku sih, jadi agak mengurangi keindahan pantainya.. Kalau di Wedi Ireng, terasa masih natural.

Disebut Pantai Pulau Merah, karena memang pasirnya berwarna kemerahan.



Di sepanjang pantai, ada yang menarik perhatian Nicho. Banyak hewan kecil (kepiting dan keong) yang menimbulkan jejak-jejak unik di pasir.


Kelebihan di Pantai Pulau Merah, di sini kita bisa melihat sunset.. Baguuuuuuussss deh..



Sebelum pulang, kami mampir dulu ke toko oleh-oleh. Karena tidak tahu harus beli oleh-oleh di mana, kami pasrah aja diantar ke mana oleh bapak supir. Toko yang kami tuju adalah Hardy's. Sebetulnya Hardy's adalah pusat perbelanjaan seperti Hypermart atau Giant, hanya saja, di bagian depan memang menjual oleh-oleh khas Banyuwangi. Kami membeli pia susu khas Banyuwangi, dan beberapa kue lainnya. Lucunya, oleh-oleh di sini mirip dengan oleh-oleh di Bali. Mungkin karena tetanggaan ya.. hanya terpisah selat doang.

Capek, gosong, kenyang, puas dan sudah komplit oleh-olehnya, kami kembali ke hotel. Langsung mandi dan istirahat, tanpa makan malam dulu. Makan siangnya kan telat.. Alhasil, jam 21.00, perutpun mulai keruyukan. Mau keluar hotel sudah kemalaman, makan di hotel saja deh.. sekalian pesan taksi buat besok pagi.

Keesokan harinya, kami harus segera bersiap-siap, karena kereta Mutiara Timur Siang berangkat dari stasiun Banyuwangi Baru jam 09.00. Jam 07.00 kami sudah siap di ruang sarapan, jam 08.00, supir taksi sudah datang menjemput. Check out deh..

Kereta api tepat berangkat pukul 09.00. Perjalanan pulang memakan waktu sekitar 6 jam. Kami sampai di Sidoarjo tepat pukul 15.00.

Aaaaaahhhhh... capek, tapi puas. Selesai deh liburannya. See you on our next trip ya..

Tuesday, October 7, 2014

Majapahit di mana, semangatmu jaya...

Libur akhir pekan kali ini, sesuai dengan salah satu tema di buku tematik kurikulum 2013 untuk kelas IV, kami pergi ke situs Kerajaan Majapahit di Trowulan. Kerajaan Mojopahit (1293-1500 M) adalah kerajaan yang pernah menguasai seluruh nusantara dan sebagian Asia Tenggara. Kerajaan terluas di masanya. Kerajaan ini berpusat di Jawa Timur, dan mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Hayam Wuruk, dengan Gajah Mada sebagai patihnya (ngintip wikipedia sebelum berangkat). Ceritanya sih pengen nunjukin ke Nicho secara langsung salah satu peninggalan bersejarah di Indonesia secara langsung. Jadi nggak cuman tau dari buku aja.. Hebat euy..

Kami berangkat jam 08.00 pagi dari Sidoarjo ke Mojokerto, melalui Krian. Perjalanan ditempuh kira-kira dalam 2 jam. Lancar jaya. Sesampainya di Trowulan, agak bingung juga. Bukan karena kesasar, tapi karena ada beberapa lokasi situs. Jangan membayangkan semua candi dan bangunan peninggalan Majapahit ada di satu situs. Candi dan bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit ini tersebar di beberapa situs, yang jarak antar situs masing-masing sekitar 1-2 km. Ini peta situs yang aku download dari internet. Di antara situs-situs tersebut ada pemukiman penduduk. Kabarnya, penduduk asli daerah itu kalau menggali di kebun belakang rumahnya, kadang kala masih menemukan artefak-artefak kuno.


Untuk tujuan pertama, kami ke Museum Purbakala Trowulan. Tiket masuknya cukup murah, hanya Rp 15.500,00 sudah include 3 tiket masuk plus parkir kendaraan. Di loket, dijual buku tentang situs dan sejarah Kerajaan Majapahit seharga Rp 30.000,00. Tapi kita juga bisa minta buklet dan peta sebaran situs (gratis), kalau nggak mau beli buku. Otomatis kami pilih yang gratislah. Hehehe.. Sayangnya peta sebaran situsnya kebetulan habis. Tapi jangan khawatir, penunjuk arah cukup jelas kok. Jadi nggak mungkin nyasar. Dan tukang parkir sangat ramah kalau ditanya situs berikut yang mau dikunjungi. 

Masuk ke dalam Museum Purbakala Trowulan terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan Majapahit. Museum dibagi menjadi beberapa area. Area batu dan keramik, area logam dan area situs yang masih aktif digali. Sayangnya di dalam museum tidak diperbolehkan untuk mengambil foto. Jadi sebelum masuk, foto dulu deh..



Menurut saya, yang paling menarik dari artefak-artefak yang dipajang adalah patung-patung replika orang asing yang pernah datang ke Majapahit dan sisa-sisa water pipe line. Iya betul, di era Majapahit sudah ada water pipe line untuk mengalirkan air ke sudut-sudut kerajaan. Keren ya.. Air ini dialirkan untuk kolam kerajaan dan juga untuk kebutuhan sehari-hari. 

Di koridor museum, terdapat Replika Sumpah Palapa yang terkenal. Masih inget nggak, siapa yang mengucapkan sumpah palapa? Betul, Patih Gajah Mada. Replika Sumpah Palapa ini ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.


Di halaman museum, ditanam pohon Maja, yang menjadi asal usul nama kerajaan Majapahit. Buah maja ini memang rasanya pahit, dan sampai sekarang masih belum diketahui kegunaannya.


Di area belakang museum, ada situs yang masih aktif dikerjakan (berasa Indiana Jones), pengunjung tidak boleh turun ke situs yang sedang dikerjakan. Tapi boleh melihat dari atas (ada ramp yang dibangun mengelilingi situs yang masih digali) atau dari tepi situs.


Selain itu, di area belakang museum juga ada arca-arca dan replika rumah masyarakat di era Kerajaan Majapahit.


Dari museum, kami segera ke lokasi candi-candi. Di setiap lokasi candi, tidak dipungut biaya resmi lagi. Tapi selalu diminta untuk mengisi buku tamu dan memberikan 'seikhlasnya'. Biasanya sih pengunjung memberi Rp 10.000,00 - Rp 15.000,00 per rombongan kecil. Kalo mau ngasih lebih juga boleh kok..

Candi yang pertama kami kunjungi adalah Candi Bajang Ratu. Candi ini berbentuk gapura atau pintu gerbang. Konon katanya candi ini dibangun untuk memperingati Raja Jayanegara yang naik tahta pada usia yang masih muda/kecil (bajang=kecil, ratu=raja). Bahan baku utamanya adalah batu bata, jadi warnanya merah. Kontras dengan langit yang jadi latar belakangnya.



Dari Candi Bajang Ratu, kami menuju ke Candi Tikus. Dinamakan Candi Tikus karena dulu pada saat penggalian candi ini, keluar banyak sekali tikus. Candi Tikus ini sebenarnya adalah kolam pemandian keluarga kerajaan. Pancuran berukir tempat keluarnya air di dinding-dinding kolam, masih dalam kondisi baik. Kolam pemandian dibagi menjadi 3 bagian. Ada satu kolam besar yang utama, dan di sisi-sisi sebelah kanan dan kiri ada 2 kolam yang lebih kecil, menempel ke kolam yang utama (kalo kolam modern, mungkin dua kolam kecil ini seperti jacuzzi nya. Hahaha.. ). Jadi ngebayangin gimana dulu Sang Raja beserta keluarga besarnya mandi di pemandian ini..



Candi terakhir yang kami kunjungi adalah Candi Brahu. Candi Brahu adalah bangunan suci yang menjadi tempat peribadatan untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan yang sudah wafat. 





Sebetulnya masih ada beberapa bangunan atau candi lain yang belum kami kunjungi. Seperti Pendopo Agung, Kompleks Pemakaman Raja-raja, Candi Wringin Lawang, dan beberapa candi yang masih dalam tahap restorasi, seperti Candi Gentong, Candi Kedaton, Candi Minak Jinggo dan Candi Grinting.

Mudah-mudahan dalam waktu dekat, pemerintah Indonesia (kalo lagi nggak sibuk dengan politiknya) dapat segera merestorasi keseluruhan bangunan dan candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Dan nantinya candi-candi dan bangunan-bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit ini mampu menandingi wat-wat (kuil-kuil) di Thailand (menghayal yang mudah-mudahan menjadi kenyataan).

Nah, jalan-jalan nggak komplit kalo belum nyobain kuliner daerah setempat. Bener nggak? Tempat yang musti dicobain adalah Depot Anda di kota Mojokerto. Alamatnya di Jalan Bhayangkara, Mojokerto. Makanan khas di Depot Anda adalah Sop Buntut. Selain sop buntutnya yang uenak soro (katanya orang Surabaya), pisang goreng madunya juga wajib dicoba..




Capek jalan-jalan, perut kenyang, sekarang waktunya pulang.. See you on our next trip ya.. 

PS : 
Di Trowulan juga ada Vihara Budha dengan Sleeping Budhanya. Sebetulnya ini bukan termasuk situs bersejarah, karena ini adalah bangunan modern. Tapi mumpung di sini, sekalian aja kami kunjungi.. Boleh kan?








Monday, September 29, 2014

Mr. House

Bulan Maret lalu, ada misa lingkungan di rumah. Sambil beres-beres rumah, aku mbilangin Nicho :

Me     : Nicho, nanti kalo udah pada datang, kamu yang mempersilahkan tamunya masuk ya.
Nicho : Memangnya kenapa Ma?
Me     : (hadeuh, nyuruh mempersilahkan masuk aja musti ada alasannya) Ya karena kamu kan tuan rumah.
            Jadi kamu yang mempersilahkan masuk, terus kamu tunjukin musti duduk di mana.
Nicho : Hahahaha.. lucu.
Me     : Lho, apanya yang lucu?
Nicho : Tuan rumah = Mr. House.. aku jadi Mr. House ya Ma?
Me     : Ya bukan Mr. House lah.. you're a host not mr. House.
Nicho : Iya Ma, udah tau..
Me     : (oh, maksudnya mau becanda? hehehe.. bisa aja nih si Nicho..)

Sunday, August 31, 2014

Cari di google aja..

Tadi di gereja, saat homili (kotbah), Romo mengambil tema cinta kasih. Sebagai pengantar, Romo menceritakan bagaimana Tuhan sangat mencintai kita sampai rela berkorban sehabis-habisnya untuk kita. Setelah itu Romo pun bertanya ke kami, "Tau nggak apa sih cinta itu? Tau definisi cinta nggak? Jangan sampai salah mengartikan cinta lho.." 

Tiba-tiba dari sampingku ada suara :
Nicho : Ma, masa' Romo nggak tau sih cinta itu apa? Kalau nggak tau kan gampang, tinggal cari di google. Ketik aja 'arti cinta' trus enter. Nanti pasti banyak deh artinya cinta itu apa.
Me     : (sambil nahan ketawa) oh, gitu ya nak..
Nicho : Iya, aku aja kalo ada tugas sekolah disuruh cari sesuatu, aku carinya di google.
Me     : (speechless)

Ya begini ini kalo anak kecil udah melek internet. :)

Sunday, July 6, 2014

Bendungan Selorejo

Liburan sekolah kali ini, me, my hubby n Nicho pergi ke Bendungan Selorejo. Letaknya di daerah Ngantang, Malang. Dari Malang, ke arah Batu, lanjut terus ke arah Ngantang.
Ada apa sih di sana? Hmmm... memang ini bukan termasuk tujuan wisata yang sampai masuk ke Indonesia top ten travel destination. Bahkan tidak termasuk dalam East Java top ten travel destination. So, the question is, what make us want to go there? Jawabannya : sekali-sekali pengen nyobain liburan ke 'yang bukan pantai'.. hehehe..

Okay, ini ceritanya :

Hari pertama :

Jam 09.00 pagi, kami sudah berangkat dari rumah di Sidoarjo menuju Malang. Perjalanan cukup lancar. Meskipun weekend, tapi karena bulan puasa, jalanan cukup lengang. Selepas Malang, pemandangan mulai enak untuk dilihat. Hijau dan segar.. lumayan untuk mata yang sudah lelah mantengin layar laptop setiap harinya.


Jam 12.30, kami tiba di tujuan. Tapi sebelum masuk hotel, cari makan dulu deh.. Dari hasil browsing, kami menuju ke Rest Area Ngantang untuk makan siang. Kalau dari arah Batu, kita akan ketemu jalan yang bercabang dua. Yang kiri ke arah Bendungan Selorejo, dan yang kanan ke arah Rest Area Ngantang.
Di Rest Area ini, ada banyak warung makan berjejer. Nggak usah bingung dan ragu untuk memilih, karena menu yang dihidangkan sama semua. Sambelan ayam, ikan mujaer, gurami, udang, wader, dll. Yang penting, pilih meja di dekat jendela yang menghadap ke bendungan ya.. sambil makan lihat pemandangan, biar makin lahap. Kalau aku sih, nggak usah lihat pemandangan aja lahap, apalagi pake lihat pemandangan.. hadeuh. Coba aja lihat tumpukan lauk yang tinggal kita tunjuk untuk dihidangkan. Slurp..


Setelah kenyang makan, baru kita menuju ke hotel. Hanya ada satu hotel dan penginapan yang ada di Bendungan Selorejo. Hotel Inna Eight. Hotelnya lumayan, bergaya klasik (kalau nggak mau dibilang jadul.. hehehe..). Kami menyewa cottage yang berbatasan langsung dengan danau. Ini tampilannya.


Setelah barang-barang kami taruh di kamar, barulah kita explore sekeliling. Dari hotel ke lokasi wisata Bendungan Selorejo tinggal jalan kaki saja.
Di pintu masuk lokasi wisata, berjajar warung-warung yang menjual segala macam makanan (sebagian besar sambelan seperti di Rest Area, mungkin itu ciri khas makanan di sini) dan oleh-oleh.


Situasi yang sepi, ada enaknya ada nggaknya. Enaknya, nggak sumpek. Nggak enaknya, semua pedagang langsung fokus menawarkan barangnya hanya ke kita aja.. So, dengan berbekal kata-kata 'mboten pak/bu, mangke mawon' (nggak pak/bu, nanti saja), kami menghindari para pedagang itu dan langsung menuju ke arah danau.

Di Selorejo, ada jembatan gantung dari kayu, lengkap dengan papan peringatan 'maksimal 10 orang'. Nggak kebayang kalau di musim liburan, antrian nyebrang n foto di jembatan ini, pasti puaaaanjaaaaannng.. Jadi, mumpung sepi, narsis dulu ya.. Untuk perhatian, namanya juga jembatan gantung, jadinya kalo kita lewatin, ya goyang-goyang.. agak gamang juga sih.


Berhubung hari masih sore, kami putuskan untuk berkeliling bendungan dengan naik perahu. Bagi yang nggak bisa nawar, nggak usah khawatir. Para tukang perahu itu sudah terorganisir. Sudah ada price list untuk tour keliling bendungan. Ada dua jenis perahu. Perahu dayung dan perahu motor. My suggestion is take the row boat. Kita bisa menikmati view dengan lebih santai. Tarif perahu dayung mulai dari yang paling dekat, Rp 25.000,00, sampai yang paling jauh, Rp 100.000,00. Satu perahu bisa diisi sampai maksimal 8 orang.


Ternyata nggak salah kami pilih perahu dayung. Seru lho.. kami ambil trip yang paling jauh. Kurang lebih satu jam. Begitu naik, kami langsung ditawari dayung untuk bantu ndayung.. hehehe.. dayungnya kecil sih, jadi nggak ngefek juga. Emang cuman untuk pura-pura aja..
Kebetulan tukang perahu kami, orangnya lucu dan pandai bercerita. Mulailah dia bercerita tentang bagaimana padatnya tempat wisata ini kalau musim liburan, dan bagaimana sepinya kalau bulan puasa. Bagaimana kondisi tempat wisata ini saat gunung Kelud meletus dan kerusakan yang terjadi. Iya, bener. Ternyata tempat wisata ini termasuk daerah yang terdampak cukup parah akibat letusan gunung Kelud, pertengahan Februari 2014 kemarin. Danau menjadi berwarna seperti susu karena abu vulkanik, perahu-perahu dan atap-atap rumah penduduk banyak yang rusak, berlubang dan pecah terkena material vulkanik yang masih panas. Debu, abu dan material vulkanik juga merusak perkebunan jambu yang terletak di pulau jambu di tengah danau, juga merusak perkebunan durian yang terletak di tepi danau.
Pulau Jambu sampai saat ini masih belum direvitalisasi lagi, dan menjadi pulau yang tidak terawat. Padahal dulu visit ke Pulau Jambu include dalam tour naik perahu keliling danau. Di sana, menurut penuturan si bapak tukang perahu, pengunjung boleh makan jambu sepuasnya. Too bad we can not do it right now..
Tapi masih banyak kok yang bisa dilihat di sepanjang perjalanan keliling bendungan. PLTA, Gunung Kelud, nelayan yang sedang menjala ikan, burung kuntul (kelihatan nggak tuh di fotonya?)..

 


Setelah puas naik perahu, kami kembali ke hotel. Malamnya kami keluar untuk cari makan malam. Sebetulnya nggak begitu susah nyari makan di sekitar hotel. Tapi sayangnya sebagian besar menjual makanan yang sama. Yup bener banget.. sambelan ikan mujaer, gurami, udang, wader, dan kawan-kawannya. Untung ada warung sate yang buka, jadinya malam ini kami makan sate ayam Madura..

Hari Kedua

Setelah nonton debat capres dan piala dunia semalam, hari ini kami bangun kesiangan. Jam 08.00 baru kucek-kucek mata, itupun nggak segera bangun n mandi. Masih santai-santai dulu di tempat tidur.. mumpung liburan booo..
Akhirnya setelah sarapan pagi (yang sudah agak siang), hari ini kegiatannya : Mancing!
Ini lokasi mancingnya, dilihat dari belakang cottage :


Dan ini para pemancing profesionalnya :


Sayangnya nggak dapet ikan, makanya Nicho mukanya agak cemberut tuh.. Lagian kalo dapet mau diapain juga ya? :)

Selesai mancing, kami langsung balik ke cottage. Sebetulnya di lokasi wisata juga ada kolam renang, tapi berhubung sedang bulan puasa dan sepi pengunjung, kolam renangnya pun sepi dan terkesan kurang bersih. Jadinya kami mengurungkan niat kami untuk berenang.

So, it's time to go home. Beli oleh-oleh dulu deh sebelum pulang. Aku beli ini nih :

 
Murah meriah. Rp 10.000,00 dapat 3 bungkus. Kalau beli Rp 30.000,00 dikasih 10 bungkus. Ada kripik singkong, kripik ubi ungu, carang mas (kripik dari talas yang diberi gula merah), dan kripik-kripik lainnya. Dengan selembar uang Rp 50.000,00, sudah bisa dapat oleh-oleh satu plastik besar.. lumayan..

Selesai deh liburan kali ini.. wait for my next trip ya..